Tertangkapnya Pemberontak Kartosuwiryo
Kekacauan terjadi dimana-mana, terutama di kampung-kampung
yang berdekatan dengan gunung, warga kampung di rampok dan di rampas semua mata
pencahariannya, ternyata itu semua ulah gerombolan yang di kepalai oleh Kartosuwiryo
hingga akhirnya semua warga dan anggota TNI merencanakan penangkapan
Kartosuwiryo itu.
Tertangkapnya kartosuwiryo di gunung batara guru, Garut pada
tahun 1958 , dia dikenal sebagai seorang yang jahat melakukan pemberontakan,
perampokan dan pembunuhan. Selain itu dia juga seorang pemimpin revolusi islam
terbesar di Indonesia (gerakan daarul islam DI).
Aku masih kecil di masa
gerombolan itu ada
Suatu hari ketika umurku masih kecil ada sekawanan gerombolan
yang menghinggapi kampungku, aku berusia 6 tahun kala itu bernama siti solihah
atau sebut saja aku siti, aku hanya anak kecil yang polos dan belum mengenal
bangku sekolah mungkin dengan melihat sekawanan gerombolan yang ada di sekitar
rumahku aku anggap biasa saja.
Sekawanan gerombolan ini sering muncul ketika
aku bermain dengan teman-temanku , tidak ada rasa takut yang terfikirkan olehku
ketika aku melihat mereka. Aku hanya asik bermain dengan temanku, permainan
yang aku mainkan hanya permainan sederhana yang bisa melupakan segalanya,rasa
takut pun jadi rasa gembira ketika aku bermain dengan temanku ini. “Wajah mereka memang seram ya? Tapi biarin
aja kan mereka ga ganggu kita lagi main sondlah” ungkap temanku.
Sekawanan gerombolan itu memang sering aku lihat , terkadang
ibu dan ayahku selalu membicarakannya karena mereka sangat bersikap dingin
terhadap siapa saja yang tinggal di kampung ini. Tak pernah merasa curiga dengan
sikap mereka yang seperti itu.
Aku memang anak yang sedikit nakal sewaktu dulu,
ibu selalu mengingatkanku ketika aku bermain seharian di luar. “nak kamu jangan main aja, emang kamu ga
takut sama gerombolan itu?” ungkap ibu. terkadang aku tidak ingat dan tidak
menuruti apa yang ibu ingatkan, ketika ibu mengingatkan aku hanya membalas
dengan senyum saja karena aku merasa tidak takut dengan sekawanan gerombolan
itu.
Setiap hari aku habiskan waktuku untuk bermain dan bermain karena aku
merasa di rumah pun tidak ada kegiatan yang bisa aku kerjakan.
Setiap hari aku melihat semakin banyak dan semakin bertambah
gerombolan itu datang ke kampungku, wajah mereka di penuhi dengan wajah sinis
dan dingin,
aku merasa sedikit takut karena melihat jumlah mereka yang semakin
bertambah lalu aku lekas pulang ke rumah dan memberitahu ibu yang baru saja
pulang dari sawah dengan muka tegang aku menceritakan semua ketakutan yang aku
rasakan setelah aku melihat sekawanan gerombolan yang makin bertambah banyak
itu.“ada apa nak ko kamu kaya yang
ketakutan gitu? Emang ada apa?” ungkap ibu.
Setelah aku menceritakan semua
ketakutanku. ibu sedikit marah karena ibu merasa apa yang di ingatkannya tidak
di dengar “ibu kan kemarin udah bilang
kamu jangan main aja, tapi kamu malah nekat main terus.” Ungkap ibu.
Wajah ibu pun berubah jadi sedikit cemberut , aku takut
melihat wajah ibu yang sedang marah itu. Aku pun memutuskan untuk tidak terlalu
sering bermain di luar karena aku sudah mulai merasa takut dengan sekawanan
gerombolan itu.
Semua warga di kampungku merasa risih dengan adanya
gerombolan yang ada di kampung cibiru ini, mereka berwajah antagonis tak pernah
sedikit pun senyum kepada warga. Warga hanya merasa risih dengan sikapnya yang
acuh. tak pernah menyangka bahwa mereka adalah sekumpulan pemberontak yang di
pimpin oleh Kartosuwiryo.
Mungkin kecurigaan warga belum terlihat karena warga
hanya menyangka mereka adalah sekumpulan orang biasa saja.
Ketakutan memuncak saat
gerombolan itu di ketahui siapa
sebenarnya
Hari itu tepatnya hari selasa sore, warga yang pulang dari
sawah berkumpul di saung dekat sawah tempat mereka bekerja, namun tak lama
kemudian ada seseorang yang mengahampiri warga, dia mengatakan bahwa sekumpulan
gerombolan itu bukan orang biasa melainkan itu adalah anak buah Kartosuwiryo,
warga merasa kaget saat mendengar bahwa mereka adalah anak buah Kartosuwiryo.
melihat warga sedang berkumpul lalu aku dan ibuku lekas menghampiri warga yang
sedang berkumpul itu. Warga yang berkumpul di sana terlihat seperti merasa
ketakutan setelah mendengar cerita dari seseorang itu.
“pa ada apa ko rame? Dan kenapa
mukanya ko tegang gitu?” Tanya ibu.
“ini bu katanya gerombolan yang ada
di kampung kita itu anak buahnya kartosuwiryo bu” jawab iin warga kampung cibiru.
“bapa tau darimana info ini? Tanya ibu.
“itu si orang yang pake baju merah
itu bu” jawab iin.
Ketakutan warga semakin memuncak setelah mendengar kabar dari
orang yang tidak di kenal itu, semua warga akhirnya bubar dan pulang membawa
kabar menakutkan itu kepada keluarganya di rumah, aku dan ibu pun ikut pulang
bersama warga. Sesampainya di rumah dengan muka tegang ibu memberitahu ayah
tentang siapa sebenarnya gerombolan itu.
“abah
ternyata sebenarnya sekawanan gerombolan itu bukan gerombolan biasa tapi mereka
anak buah kartosuwiryo” ungkap ibu kepada ayah. dengan muka kaget ayah
sempat tidak peracaya dengan omongan ibu.
“ahhh
yang bener bu? Masa iya? Terus apa yang mereka lakuin di kampung kita?
Jawab ayah pada ibu. ibu tidak bisa menjawab apa-apa karena ibu sangat takut
setelah tau siapa sebenarnya gerombolan itu.
Gerombolan yang di kenal jahat , pemberontak, perampok dan
pembunuh ini yang membuat warga panik. Semenjak warga tau asal usul mereka
warga selalu bersembunyi ketika mereka berdatangan ke kampung Cibiru.
Ide untuk menangkap
Kartosuwiryo
Gerombolan pun semakin lama semakin bertambah dan aksi
kejahatannya makin memuncak, warga merasa tindakan mereka sangat kriminal
hingga akhirnya munculah ide dari seorang anggota TNI yang bernama Ibrahim Adji
,dia mengajak para warga membentuk pagar betis untuk mengepung markas
Kartoswuriyo yang berada di Gunung Batara Guru, Garut Jawa Barat. anggota TNI
itu mengusulkan untuk langsung menangkap pemimpin dari gerombolan itu.
“kepada seluruh warga, kita harus
menangkap pemimpinnya langsung karena kejahatan gerombolan ini semakin
memuncak” usul Ibrahim selaku anggota TNI.
Sore itu tepatnya hari sabtu semua warga berkumpul di sebuah lapangan,
mereka merencanakan penangkapan Kartoswuriyo.
Tak lama kemudian aku pun datang
bersama ayah dan ibuku, aku merasa takut karena aku berfikir semua warga akan
berperang menghadapi gerombolan itu. “bu
kita mau kemana? Ko rame-rame kumpul gini? Ibu ga akan tinggalin aku kan?”
Tanya aku pada ibu dengan muka sedih.
Ibu tidak memberi jawaban apa-apa ibu
hanya tersenyum melihat muka aku yang sedang merasa takut, tanganku memengang
erat tangan ibu dengan rasa takut.
Setelah semua warga berkumpul, warga di pilih bergiliran di
satu Desa Cibiru untuk ikut membentuk pagar betis di markas Kartosuwiryo.
Setiap warga yang di berangkatkan ke markas Kartosuwiryo harus datang ke Desa
terlebih dahulu, dan biasanya warga di bekali beras dan ikan asin.
Lalu, malam itu tepat pada hari senin ada seorang warga
datang ke rumah dan mengajak ayah untuk ikut membentuk pagar betis mengepung
markas Kartosuwiryo, Ibu sempat tidak mengijinkan ayah untuk ikut dan aku pun
hanya bisa memasang muka sedih ketika aku tau ayah akan di berangkatkan ke
markas Kartosuwiryo.
“ayah harus ikut
kesana bu, jaga anak kita ya bu, semoga ayah bisa pulang dengan selamat”
Ungkap ayah. ibu dan aku hanya bisa menangis karena aku sangat tidak meridoi
akan keberangkatan ayah ke markas itu. Saat ayah pergi aku gelisah, keringat
dingin di seluruh badanku, aku takut, aku sedih, aku tak mau ayah mati karena
perbuatan jahat mereka.
Ibu hanya bisa berdoa akan keselamatan ayah dan aku
hanya bisa meneteskan air mata, seminggu lamanya aku tak karuan aku selalu merasa
cemas, aku takut ayah tak kembali.
Malam dan siang di
Gunung Batara Guru
Tiba di markas ayahku lekas bergegas membentuk pagar betis
memutari gunung Batara Guru yang menjadi markas Kartosuwiryo itu.
Warga yang
ikut membentuk pagar betis di sediakan tenda oleh para anggota TNI yang ikut
serta dalam penangkapan itu, tenda TNI dan warga di bedakan, tenda-tenda yang
di sediakan itu memutari gunung Batara Guru karena dengan begitu Kartosuwiryo
tidak bisa dengan mudah melarikan diri dari kepungan para warga dan anggota
TNI.
Malam pun tiba suara orang berjalan terdengar mundar mandir
terdengar jelas ke dalam tenda, akhirnya ayah pun keluar dari tendanya dan
melihat apa yang terjadi di luar sana.
“ada apa din ko rame-rame begini?’ Tanya ayah pada temannya
“ini katanya tadi ada salah satu anak
buah Kartosuwiryo yang nekat turun dan merampas makanan kita,.” jawab udin
“wah iya? Terus gimana?” Tanya ayah
“dia berhasil kabur dari kerjaran
kita, ya untung persediaan makan kita aman.” Jawab udin
Semua yang ada di gunung itu tak ada yang tidur mereka semua
merasa lelah namun perintah dari pak Ibrahim Adji harus mereka patuhi.
“tidak ada yang boleh tidur di malam hari,
takutnya mereka menyelinap dan menyerang kita” ungkap Ibrahim. Di siang
hari semua warga dan anggota TNI beristirahat sejenak tidur bergiliran,
kurangnya tidur membuat fisik ayahku melemah, tetapi ayah tetap menguatkan diri
demi kelancaran misi penangkapan ini.
Malam puncak kemenangan
Hari ke-6 tepatnya hari sabtu pukul 20.00 keadaan masih tetap
sama dimana Kartosuwiryo belum bisa tertangkap, dia masih tetap bersembunyi dan
bertahan di dekat puncak gunung, hingga pa Ibrahim Adji memutuskan membentuk
strategi sederhana untuk menangkap Kartisuwiryo.
“untuk semuanya, malam ini kita semua diam di tendanya masing-masing
kita berpura-pura tidur dan semua persediaan makanan simpan di luar tenda untuk
memancing supaya Kartosuwiryo bisa turun merampas makanan kita” ungkap
Ibrahim.
Semua warga dan anggota TNI pun masuk ke dalam tendanya
masing-masing, ayahku hanya bisa menghela nafas karena ayah berfikir mereka
akan turun dari puncak dan menyerang semua warga dan anggota TNI.
Rasa tegang
pun ayah rasakan ,tangan kanan dan kirinya mengepal dengan kuat.
Tak lama kemudian suara orang berjalan menyelinap terdengar,
ayahku mengintip dalam tenda dan melihat secara perlahan siapa yang datang,
lalu ada seorang anggota TNI yang berlari menyergap orang itu, semua warga dan
anggota TNI bergegas keluar dari tenda dan berlari menghampiri orang yang
sedang di sergap itu, ayahku pun ikut belari.
“oh ternyata ini Kartosuwiryo ! ceppat-cepat ikat dia !!” serentak
ayah berkata. tali pun mengikat semua tubuhnya karena dengan begitu
Kartosuwiryo tidak bisa melarikan diri. Muka tegang berbalik menjadi muka
kegemberiaan, setetes air mata kebahagiaan mereka rasakan atas tertangkapnya
Kartosuwiryo di gunung Batara Guru itu.
Kemenangan itu adalah
jawaban atas rasa Resah dan Gelisahku
Seminggu lamanya ayah tak juga pulang, rasa cemas yang ada
dalam diriku masih melekat. Aku merasa takut aku merasa kehilangan dengan
keberangkatan ayah ke markas kartosuwiryo itu.
“ibu ko ayah belum pulang juga? Aku kangen bu pengen ketemu ayah”
Tanya aku pada ibu. ibu hanya terdiam dan menatap keluar jendela sembari
menggendongku. “sabar nak ayah pasti
pulang ko sebentar lagi” jawab ibu.
Siang itu hari minggu sekitar pukul 13.00 banyak warga
berdatangan sambil berteriak-teriak memanggil warga yang sedang berada di
rumah, aku dan ibuku lekas keluar dari rumah dan berlari menghampiri keramaian
warga yang berteriak itu. dari kejauhan nampak seorang pria berbaju putih dan
memiliki tai lalat di dekat hidungnya.
“bu
ko itu seperti ayah?” Tanya aku pada ibu. sekilas orang itu terihat sedikit
kotor ibu pun hanya memperhatikannya dari jauh karena ibu belum terlalu yakin
bahwa itu ayah. “iya nak itu ayah,
alhamdullilah ayah pulang” jawab ibu.
ibu lekas berlari menghampiri ayah
sembari menggendongku, muka ibu yang sedih berbalik menjadi luapan kebahagiaan
karena ayah bisa kembali dengan selamat.
Rasa kegembiraan ada di kampungku saat itu, dimana semua
warga bisa kembali dengan selamat.tak lama kemudian aku mendengar suara seperti
kapal terbang mendekati keramaian warga.
Ternyata kapal terbang itu
mengeluarkan selembaran kertas yang sengaja di bagikan untuk setiap warga.
Sekilas terlihat seperti selembaran kertas biasa, namun ketika ku ambil di
kertas itu terdapat foto Kartosuwiryo dan anaknya, tidak hanya itu saja, isi
kertasnya pun memberitakan bahwa Kartosuwiryo telah berhasil di tangkap.

0 komentar:
Posting Komentar